Senin, 01 Agustus 2022

Perempuan Dalam Ekonomi Berkelanjutan dan Konservasi di Nanga Lauk, Kapuas Hulu



Ibu di Nanga Lauk pulang dari menoreh karet dan membawa rotan muda. Rasa rotan muda yang pahit yang diambil dari hutan biasanya dimakan sebagai lauk 

 Mengapa Perubahan Iklim Sangat Berdampak Pada Perempuan? Dan Bagaimana Perempuan Membangun Perekonomian dan Konservasi?


 Ancaman perubahan iklim yang diakibatkan peningkatan kondisi cuaca ekstrem seperti kekeringan, badai atau banjir telah diakui sebagai isu prioritas global. Perubahan iklim merupakan tantangan pembangunan berkelanjutan, dengan dampak luas tidak hanya pada lingkungan tetapi juga pada pembangunan ekonomi dan sosial. Dampak perubahan iklim akan bervariasi antar wilayah, dan antara generasi yang berbeda, pekerjaan serta antara perempuan dan laki-laki. Karena kapasitas adaptif mereka yang lebih rendah, negara-negara berkembang dan orang-orang yang hidup dalam kemiskinan kemungkinan besar akan mengalami dampak yang signifikan. (https://www.un.org/womenwatch/feature/climate_change/) . 

 Banyak faktor yang mempengaruhi perubahan iklim terhadap perempuan, misalnya karena akses pendidikan, budaya dan lain-lain. Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2019 menunjukkan, angka melek huruf pada perempuan lebih rendah dari laki-laki dengan berada di angka 94,33 persen dan laki-laki 97,48 persen. Efek ketidaksetaraan gender ini membuat keterbatasan perempuan dalam mengambil keputusan, pilihan bekerja dan aktualisasi diri akibatnya perempuan di daerah pedesaan di negara berkembang sangat bergantung pada sumber daya alam lokal untuk mata pencaharian mereka, air, makanan dan energi untuk memasak. Dampak perubahan iklim, termasuk kekeringan, curah hujan yang tidak menentu, dan penggundulan hutan, mempersulit pengamanan sumber daya ini. Dibandingkan dengan laki-laki di negara-negara miskin, perempuan menghadapi kerugian historis, yang meliputi akses terbatas ke pengambilan keputusan dan aset ekonomi yang menambah tantangan perubahan iklim. 

 Profil Nanga Lauk 

Senja di desa Nanga Lauk

 Nanga Lauk adalah sebuah desa di Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia. Di sekitar desa terdapat 10.000 ha hutan hujan dan rawa gambut yang terancam oleh perusahaan penebangan, perkebunan kelapa sawit dan pertambangan. Masyarakat Nanga Lauk telah mendapatkan hak pengelolaan Hutan Desa seluas 1.433 hektar sejak tahun 2017


Hutan Desa 


 Hutan di Nanga Lauk merupakan campuran antara rawa gambut dan hutan sungai, yang digunakan oleh masyarakat Nanga Lauk untuk memancing, produksi madu, kebun karet, sayur dan kayu untuk membangun rumah mereka. Merancang serangkaian kegiatan untuk mengamankan dan memperluas hak hukum masyarakat untuk mengelola dan memanfaatkan Hutan Desa, memungkinkan mereka untuk mencegah deforestasi dan degradasi hutan yang akan terjadi jika kawasan tersebut tidak dilindungi secara efektif. 

 Hutan adat dan hutan desa merupakan pilihan hukum masyarakat untuk mengelola hutan di dalam kawasan hutan negara. Hutan Desa adalah hutan negara yang belum dibebani izin/hak, yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN pasal 1 menjelaskan bahwa “Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat” dan pada Pasal 34 tentang Pengelolaan kawasan hutan untuk tujuan khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dapat diberikan kepada: a. masyarakat hukum adat, b. lembaga pendidikan, c. lembaga penelitian, d. lembaga sosial dan keagamaan. (https://www.balitbangham.go.id/po-content/peraturan/uu%20no%2041%20tahun%201999.pdf

 Perempuan dan Hutan

Ibu Dara sedang membuat tanggui atau caping dari daun pandan berduri. 

 Ibu Dara adalah salah satu perempuan di desa yang menggantungkan hidupnya dari hutan. Selain menganyam, keseharian ibu-ibu sepertinya pergi memancing dan berkebun, atau menoreh karet. Ibu Dara telah belajar menganyam tanggui, tikar dan keranjang sejak umur 10 tahun. Satu topi tanggui membutuhkan waktu 3-7 hari tergantung kesibukan ibu. Topi tanggui terbuat dari pandan tinggi berduri yang mereka sebut “daun kerupuk”

Keranjang Rotan Yang Dibuat Ibu Dara
 Kagak (keranjang rotan) yang dibuat ibu Dara. 

 Ibu yang tinggal bersama suami, empat anak perempuan dan dua orang cucunya mengatakan bahan baku membuat topi mudah ditemukan seperti daun pandan berduri dan rotan namun beberapa jenis daun seperti Serisik dan Kulan lebih susah ditemukan dan hanya berada di dalam hutan.

Produktif di Usia Tua

Umurnya memang sudah tidak muda lagi tetapi nenek Nursia masih aktif menangkap ikan, menoreh karet dan membuat keranjang dari rotan. Dia adalah salah satu perempuan di desa seperti ibu Dara yang menggantungkan hidupnya dari hutan.

Rotan yang diambil nenek Nursia di pinggir hutan.


Pada prosesnya, rotan dibelah, dibersihkan, dijemur kemudian siap dianyam. Nenek Nursia tinggal berempat bersama satu anak perempuan dan dua orang cucunya, dia membawa saya masuk kedalam rumahnya dan menunjukkan semua hasil kagak (keranjang rotan) yang dibuatnya. Keranjang-keranjang cantik tersebut tergantung di dinding dapur dan diletakkan di atas lemari.


keranjang yang dibuat nenek Nursia

Sore itu tanggal 18 Juli 2022, nenek Nursia dan anak perempuannya pulang dari danau. Mereka dapat satu ekor ikan Tapah (Willago Lerrie) atau orang desa bilang ikan Juara berukuran besar dengan panjang hampir satu meter, sementara ikan-ikan yang berukuran sedang dan kecil di masukkan ke dalam keranjang rotan. 

Ikan monster ini memiliki mulut yang besar, gigi yang tajam, dan berukuran dapat mencapai 2,4 meter. Ukurannya yang raksasa, orang di desa mengatakan ikan tersebut bisa menyerang manusia, sayangnya ikan ini masuk kategori terancam punah. 

Nenek Nursia dan anaknya pulang memancing dari danau

Ikan Tapah yang dipancing nenek Nursia


Ikan hasil tangkapan di dalam keranjang rotan

Danau Tunggal, sumber mata pencaharian bagi warga Nanga Lauk yang mayoritas adalah nelayan.

Ikan Lais salai yang sedang dalam proses pengeringan dengan cara pengasapan.


Ikan-ikan yang didapatkan oleh Nenek Nursia dan nelayan lainnya di desa Nanga lauk diolah menjadi ikan salai, ikan asin, kerupuk, kerupuk basah ataupun untuk dikonsumsi sendiri. Pada musim surut, dalam satu hari satu keluarga bisa mendapatkan hingga 30kg ikan. Jenis ikan yang didaptkan seperti ikan Toman, Lais, Tapah, dll.

Akan pentingnya hutan bagi warga desa, Pak Dahlan, pengurus lama Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) memberikan dukungannya untuk perluasan hutan desa di Nanga Lauk, alasannya jika hutan tidak dikelola oleh masyarakat maka ancaman pembukaan lahan perusahaan kelapa sawit ribuan hektar akan mengakibatkan kayu di hutan habis, danau akan rusak, ikan akan sulit didapat, lebah-lebah akan hilang dan petani madu akan kehilangan mata pencahariannya.

Ibu bersama tim rehabilitasi akan menanam sebanyak 4400 pohon


Beberapa upaya menyelamatkan hutan desa di Nanga Lauk adalah patroli hutan, rehabilitasi hutan dan membentuk KUPS atau Kelompok Usaha Perhutanan Sosial di bawah LPHD  untuk ekonomi yang berkelanjutan di Nanga Lauk. KUPS yang dibentuk adalah KUPS Ikan, Karet, Rotan, Madu dan Ekowisata. Secara administratif pada tahun 2021 dari 785 orang ada 255 perempuan penerima manfaat program hutan desa ini.

Ibu-ibu tim ekowisata sedang membakar rotan muda untuk jamuan wisatawan.

Perempuan dan Kebijakan


Peran perempuan tidak hanya terbatas pada akses sumber daya alam tetapi akses dalam kebijakan yang berkelanjutan juga sangat penting. Dalam sebuah penelitian di 130 negara, ditemukan bahwa ketika perempuan berada di posisi pemerintahan, mereka lebih mungkin untuk menandatangani perjanjian yang mengambil tindakan melawan perubahan iklim.


Penyerahan SK pengurus lama kepada pengurus baru LPHD

Perempuan memainkan peran penting dalam komunitas, dan suara perempuan harus didengar untuk aksi iklim. Untuk memiliki masa depan yang tangguh, untuk perkembangan komunitas, perempuan harus duduk di meja.

Kepengurusan LPHD di Nanga Lauk sejak diresmikan pada 2017 didominasi oleh laki-laki dan orangtua. Ketua LPHD 2022 yang baru telah dipilih melalui pemungutan suara pada bulan Maret 2022, kini LPHD yang baru dipegang oleh seorang perempuan muda lulusan Kehutanan Universitas Tanjungpura. Tidak hanya itu, posisi akuntan dan sekretaris juga dijabat oleh perempuan Lija Sari dan Sariatun. Semua orang di desa berharap dengan kepemimpinan anak muda akan ada perubahan yang signifikan.

Senin, 18 Juli 2022, serah terima jabatan pengurus LPHD yang baru bertempat di kantor desa Nanga Lauk. Ketua LPHD yang baru, Hariska, mengatakan sebagai perempuan, ia sangat senang mendapat kesempatan menjadi ketua LPHD dan berharap desa Nanga Lauk bisa melestarikan hutan desa dan berkembang lebih maju. 

Pengurus LPHD di bawah kendali pemuda desa



Tidak ada komentar:

Posting Komentar