Selasa, 09 Juni 2020

Panji yang gak Petualang-petualang amat




Panji Petualang, sebuah acara telivisi  bertajuk dunia satwa liar ini menjadi tontonan populer yang dimulai di tahun 2007 silam. Sang pembawa acara, Muhammad Panji membuat masyarakat Indonesia kagum karena keberaniannya berhadapan dengan hewan buas.

Sebelumnya saya mau apresiasi Panji karena dia mengerti banyak tentang hewan dan berani, Steve Irwinnya Indonesialah pokoknya. Namun ada beberapa konten acara yang kurang pas menurut saya. Salah satunya yaitu ketika dia mengunjungi temannya yg memelihara harimau, biarpun harimau yg dipelihara bukan harimau Sumatra yang terancam punah namun tetap saja itu hewan liar yang tidak patut untuk diperjual belikan, apalagi hanya untuk sekedar hobi atau mencari keuntungan. Yang saya khawatirkan adalah acara ini akan memunculkan keinginan orang orang untuk memelihara satwa liar, alasannya karena satwa ini "dari penangkaran". 

Ada lagi episode katika dia mengunjungi Irfan Hakim yang pelihara monyet. Ya ampun saya pikir itu bukan untuk tujuan rehabilitasi sama sekali, cuma untuk hobby saja karena monyetnya dipakaikan baju. Saya pikir hal ini bisa menimbulkan keinginan publik untuk pelihara monyet padahal mereka hewan liar dan berbahaya jika menjadi hewan peliharaan. Di pasar hewan biasanya monyet djual dari satwa yg diambil secara ilegal dari hutan, dan diambil paksa dari induknya. Dikutip dari Mongabay, menyebutkan bahwa perdagangan ilegal satwa liar mencapai angka yang fantastis, mencapai Rp13 Triliun 

Praktik penangkaran harimau yg dikembangbiakkan dengan tujuan untuk memperdagangkan produknya, baik kulit, tulang, gigi atau tengkorak juga sama buruknya. Perkiraan saat ini jumlah harimau di peternakan pembibitan sekitar 7.000 dan 8.000, terutama di Cina, Vietnam, Thailand dan Laos, menurut Badan Investigasi Lingkungan. Pada 2016, otoritas Thailand menggerebek Kuil Harimau yang terkenal di provinsi Kanchanaburi yang dicurigai membiakkan dan memperdagangkan harimau secara ilegal. Lebih dari 130 harimau hidup, lebih dari 40 anak harimau mati, kulit harimau dan 1.500 jimat kulit harimau adalah beberapa dari produk satwa liar yang disita. Daya tarik wisata yang terkenal itu kemudian ditutup meskipun pengumuman telah dibuat untuk membuka fasilitas serupa di dekatnya.

Peternakan harimau menimbulkan ancaman langsung terhadap upaya meningkatkan populasi liar, melanggengkan permintaan konsumen akan produk harimau (khususnya untuk produk "bersumber liar") di pasar-pasar utama di Asia, serta merusak upaya penegakan dan pemantauan yang bertujuan menganalisis dan mencegah perdagangan harimau. 

Kupikir media televisi harus hati-hati buat dalam menyajikan konten, apalagi menyangkut figur publik yang gampang diikuti banyak orang tanpa edukasi yang tepat, pemahaman atau maksud yang lebih baik hal ini bisa menimbulkan makin tingginya perdangangan satwa liar, yang sudah pasti merusak ekosistem dan kita. Dampak buruk lainnya seperti yang kita ketahui ada banyak virus zoonotic atau virus yang disebarkan oleh satwa liar kemanusia, salah satunya covid 19

Kesimpulannya, kita harus bisa lebih bijak dalam membangun relasi dengan lingkungan dan satwa liar, juga jangan gampang tergiur untuk ingin memiliki itu tanpa mempertimbangkan baik buruknya karena satwa liar bukan properti yang bisa bebas kita miliki, mereka juga mahkluk hidup, punya tempat dan fungsinya masing-masing di alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar