Kamis, 11 Oktober 2018

Pros and cons wisata Bukit Lawang.





Tanggal 4 Oktober 2018 dengan rencana mendadak saya ingin ke bukit lawang, dan berketepatan dengan hari satwa sedunia yang diperingati setiap tanggal 8 Oktober!!!.  Sudah dua tahun yang lalu saya sebenarnya ingin ke bukit lawang tetapi baru kesampain kemarin. Lalu saya terbang dari Batam ke kota Medan dan dari Medan ke Bukit Lawang. Bukit Lawang atau Taman National Gunung Leusur berada sekitar 80km dari kota medan. 

Baiklah saya mau bahas pros and cons wisata di Bukit lawang menurut perspektif saya. 

Pros:

1. Tempat ini unik sekali, karena untuk melihat orangutan di alamnya itu cuma ada di Sumatra dan Borneo saja di seluruh dunia 

2. akses tempuh yang lebih dekat dari medan, sekitar 80km dengan pilihan transportasi yang gampang. 

3. Banyak pilihan wisata, seperti rafting, gua kalelawar, air terjun, trekking, ke desa, ke Tangkahan lihat gajah, ke Batu Katak, lihat kerajinan dan tentu saja melihat orangutan 

4. jangan heran di Bukit lawang banyak lembu, kerbau, kucing, anjing, ayam,angsa bebas berkeliaran di jalan yang menurutku pemandangan yang menyenangkan juga 

5. Banyak pilihan penginapan, akses air dan listrik juga baik sekali. 

Cons 

1. Kurang ada transparansi harga untuk pilihan paket wisata yang menurut saya itu merugikan waktu dan tenaga, kesannya seperti kucing-kucingan (menurut pengalaman saya). Di situs www.bukitlawang.com menyebutkan untuk trekking satu hari dipatok seharga £50.00 atau sekitar Rp.835000  dari jam 9 pagi sampai jam 4 sore. Namun lagi-lagi harga ini tidak adil untuk warga lokal seperti saya karena untuk masuk kawasan Taman Nasional untuk orang Indonesia adalah Rp.4.500 atau di akhir pekan sebesar Rp.10.000, sementara bagi turis asing  Rp. 150.000 untuk sekali masuk. 

Hasil wawancara dengan warga lokal mengatakan bahwa mayoritas tamu yang datang ke Bukit lawang adalah wisatawan mancanegara. Hal ini menurut saya sebagai wisatawan lokal, lagi-lagi karena kurangnya transparansi dan hilangnya kepercayaan kepada tur operator di sana. Melihat pariwisata di Singapore ketika beberapa bulan yang lalu saya berkunjung kesana, di setiap objek wisata terdapat daftar harga yang jelas antara warga Singapore dan mancanegara, lengkap dengan brosur yang cantik cantik!!!.. Waktu saya ke Labuanbajo juga di pusat kotanya banyak informasi wisata dan paket wisata yang lebih jujur. Pun halnya di Yogyakarta banyak pilihan paket wisata yang murah meriah dengan harga bersaing yang ditawarkan oleh agen perjalanan. Padahal katanya Bukit Lawang ini sudah mulai dilirik jadi tempat wisata sejak tahun 1970.

Apa keuntungan transparansi ini?, saya sebagai wisatawan bisa mengkalkusi besar biaya yang saya butuhkan sebelum berangkat, bukannya meraba-raba tak pasti harap -harap cemas. Apalagi susah cari ATM di sekitar penginapan.

2.Banyak kondisi jalan yang berlubang, padahal kiri-kanan kebun kelapa sawit yang seharusnya beri retribusi untuk pembangunan daerah. Di stasiunnya juga jangan kaget kalau tempatnya becek dan kotor.

3. Pilihan paket wisata “washing and riding elephant?”, that's a big no to me. Riding? especially when you call it conservation area, oh come on!!

4.penginapan saya 150/malam, sebelumnya dia menunjukkan lembar harga kamar 250/malam tapi khusus untuk saya katanya 150 aja karena orang lokal. Ternyata tidak jauh dari penginapan saya ada penginapan yang lebih bagus dengan harga yang sama saja untuk warga lokal ataupun internasional. Yaampun selamat datang di negeri Medan. Pendapat saya, penginapan di sana sebaiknya memberikan harga yang wajar-wajar saja sesuai dengan fasilitas yang diberikannya. 

Baiklah itu Pros and Cons menurut saya, boleh setuju boleh tidak. Beberapa warga yang tinggal di sana mengatakan warga Medan sendiri berkunjung ke Bukit Lawang hanya di akhir pekan, itupun hanya mandi-mandi di sungai. Kata mereka (katanya mereka loh) karena kalau mau masuk hutan bayar mahal untuk lihat monyet, siapa yang mau?. Yang lebih parahnya lagi,ini katanya mereka lagi loh “kalau hanya mau lihat binatang mending lihat di kebun binatang aja”. Beberapa orang yang saya tanya mengatakan pernah ke Bukit Lawang tetapi sudah lama sekali.

Kesimpulannya, Bukit Lawang tetaplah pilihan wisata yg wajib dikunjungi karena keunikannya, tetapi fasilitas, SDM dan juga kenyamanan untuk wisatawan international maupun lokal harus lebih ditingkatkan. Saya bangga sekali sebagai orang yang lahir di Sumatera, orang Indonesia, karena hanya di Sumatera dan Borneo saja bisa ditemukan orangutan, adapun orangutan di negara-negara lain mereka semua berasal dari Sumatra atau Borneo. Harapan saya Orangutan jadi ikon dan primadona di Indonesia juga di kancah internasional, seperti Komodo yang hanya bisa ditemukan di Flores dan juga kita saling menjaga kekayaan bumi pertiwi, alam dan segala isinya.

Silahkan yang mau lihat videonya

https://www.youtube.com/watch?v=l8pBl0nag9M


Selasa, 09 Januari 2018

Pembuatan garam di Solor, Flores Timur



       Ternyata proses pembuatan garam ada beberapa jenis, seperti di Palu Sulawesi tengah garam dihasilkan dengan cara penguapan dengan sinar matahari. Tehnik lainnya dengan cara penguapan merebus air yang akan jadi garam. Sementara di Inggris pembuatan garam menggunakan mesin penguapan yang lebih canggih.
       Di Flores Timur, di Pulau Solor tepatnya di desa Menanga, para petani membuat garam dengan cara tradisional yaitu dengan cara direbus. Petani mendapatkan air dari sumur di dekat laut. Air tadi disaring di atas  penampan yang terbuat dari daun lontar. Setelah air di saring lalu air tadi dicampur dengan garam kristal yang mereka beli dari kota lain. Air campuran tadi lalu direbus selama kurang lebih enam jam menggunakan api yang dihasilkan dari pembakaran kayu. Setelah menjadi butiran garam yang halus. Garam yang sudah jadi kemudian dimasukkan kedalam tas yang terbuat dari daun lontar atau dinamakan Soka. Petani tidak menjual perkilo tapi persoka seharga Rp. 50.000.